memberi
maaf adalah sifat terpuji. namun untuk melaksanakannya bukan perkara yang
mudah. meminta maaf memang kelihatan mudah ketika diucapkan. hal ini terjadi
dalam keseharian. misalnya suatu ketika ada siswa yang berkelahi kemudian
didamaikan oleh gurunya rupanya enggan untuk bersalaman dan meminta maaf. kalau
mungkin tidak dipaksa atau karena takut dengan gurunya sehingga dengan berat
hati mau berjabat tangan. dan pesan guru permasalahan ini cukup sampai disini.
alhamdulillah, sampai sekarang belum ada kabar perkelahian lagi keduanya.
guru
sekarang ini berat juga dalam mendidik. karena tidak hanya transfer ilmu saja,
namun juga memberi keteladanan dalam keseharian. makanya nilai guru dulu dengan
sekarang berbeda. di desa-desa masih dijumpai seorang guru dipanggil dengan pak
atau bu guru bukan namanya. sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi atas
jasanya ikut mencerdaskan masyarakat. namun seiring dengan perkembangan
nilai-nilai ini mulai terkikis. memang terkadang oleh karena perilaku guru
sendiri.
mengenai
istighfar ini,menarik untuk dibicarakan. pernah suatu ketika Pak Kiai Ghozali
dawuh dalam suatu pengajian."Co, aja lali saben dino ngamalno istigfar lan
sholawat. iku wis cukup kanggo amalane santri". begitulah kira-kira dawuh
beliau. bahwasanya ketika seorang santri masih dalam tahap thalibul ilmi, tidak
usah berpikiran macam-macam. maksudnya mengamalkan wirid yang macam-macam
karena dikhawatirkan akan menggangu dalam proses belajar. memang banyak
kejadian dalam hal ini. dan memang biasanya Pak Yai dawuh seperti ini pastilah
ada dasarnya. pastilah ada pengalaman yang banyak tentang hal ini.
pesantren
tertentu memang mempunyai ciri khas masing-masing. misalnya di Pondok Pesantren
Mojosari Nganjuk tidak diperbolehkan untuk tirakat. karena tirakatnya santri
sudah ditanggung oleh pengasuhnya. sehingga tidak ada santri yang melaksanakan
puasa sunah senin kamis, puasa daud, dan sebagainya. pernah suatu ketika ada
santri yang melanggar larangan ini nyatanya juga tidak kuat nyantri. akhirnya
pulang. sedang yang melaksanakan aturan ini banyak yang menjadi orang di daerah
asalnya masing-masing.
logika
sederhananya bisa dimengerti. hak ada dua, hak Allah dan hak Adam. hak Allah
yang dilanggar misalnya melakukan dosa dan maksiat yang perlu dilakukan adalah
meminta ampun dengan membaca istighfar sebanyak-banyaknya. lalu berjanji tidak
akan mengulangi perbuatan itu lagi yang biasa dinamakan taubat nasuha. sedang
hak adam adalah hak kemanusiaan. yang termasuk dalam kategori ini adalah harta
benda, nyawa, kehormatan. bila ini dilanggar maka harus meminta maaf. karena
bila tidak nanti akan dihitung di akhirat kelak.
cara
meminta maaf ini juga ada hal-hal yang harus diperhatikan. tidak cukup
menjulurkan tangan lalu bilang aku meminta maaf. tidak cukupl. ucapan yang
disampaikan harus spesifik. misalnya aku minta halalnya kemarin laptopmu saya
pakai ketika kamu tidak ada. jadi perlu spesifik perbuatan apa yang perlu
dimintakan maaf.
Pak
Kiai dawuh cukup dengan membaca istighfar karena juga bila dosa dan khilaf
sudah diampuni maka kurang apa lagi. insyaAllah segala permintaan akan
dikabulkan. karena salah satu penentu dikabulkannya doa adalah sedikitnya dosa.
jadi tidak ada penghalang cita-citanya akan tergapai.. maka bisa dipahami
secara sederhana seperti itu. dengan membaca istighfar, Allah akan ridha dan
memberi ampunan. Kanjeng Nabi sudah memberi contoh, beliau minimal membaca
istighfar 70 kali dalam sehari. padahal beliau orang termulia di jagat ini dan
dijamin masuk surga. beliau saja masih beristighfar. seharusnya kita sebagai
orang biasa yang bergelimang dosa harus berusaha membiasakan diri dengan
beristiffgfar. maka para wali sudah membentuk kebiasaan dalam hal ini.dengan
cara membuat ritual wiridan bakda sholat maktubah. dengan cara bersama-sama
maka terasa ringan dan mudah. karena banyak temannya. dan bila doa yang
dipanjatkan bersama-sama maka akan mudah dikabulkannya doa itu. demikian
dawuhnya para kiai.
lalu
memperbanyak sholawat Nabi. selain sebagai wasilah doa, membaca sholawat juga
berharap syafaat atau pertolongan Kanjeng Nabi nanti di kehidupan akhirat.
karena tidak ada yang bisa memberi syafaat keccuali beliau. lafad sholawat
bermacam-macam. ada sholawat ulul albab, barzanzi, dziba', sholawat tibbil
qulub, sholawat badar, sholawat badar, sholawat dalail, sholawat uhud, sholawat
nariyah, sholawat ibrahim dan lain-lainnya. sebagai bentuk ekspresi cinta
kanjeng nabi banyak orang sholawat yang menciptakan bacaan shalawat. biasanya
untuk meringkas pembicaraan bacalah sholawat niscaya kamu akan diberi
keselamatan. maksudnya pertolongan Nabi di dunia ini dan juga nanti di akhirat.
ikhtitam.
semoga kita diberi kemampuan untuk membiasakan diri memohon ampun kepada Allah
sebagai hak Allah dan juga dengan meminta maaf kepada sesama manusia bila ada
hak adami yang kita langgar. walau agak berat namun itulah perilaku yang
dicontohkan kanjeng nabi dan orang-orang soleh. tidak lupa juga
memperbanyak membaca sholawat nabi. ada riwayat yang mengatan barang siapa yang
membaca satu sholawat maka akan dibalas dengan sepuluh kebaikn. wallahu a'lam
bi al shawab.
KOMENTAR
:
saya sependapat dengan apa yang di katakan
demikian bahwa mungkin meminta maaf memang kelihatan mudah, tapi jika kita
ucapkan memang tidak seperti apa yang
kita pandang. Tapi kita sebagai hamba Allah kita harus saling memberi maaf
kepada sesama manusia bila ada haq adami yang kita langgar.
Menarik dengan melihat cara belajar peserta
didik di madrasah. Mengapa menarik karena bila dilihat dari cara belajar akan
bisa dilihat tingkat pemahaman materi pelajaran. Atas hasil sample dari peserta
didik ada yang belajar tiap hari, selalu ada yang belajar ketika akan
menghadapi ulangan dan juga tidak pernah belajar rutin maupun insidental.
Kemampuan
belajar dan pemahaman sebenarnya bisa ditingkatkan asal ada keinginan untuk
merubah. Merubah cara belajar, berubah cara berfikir, merubah pergaulan dan
merubah cara beribadah.
Ada
yang menarik disampaikan oleh teman guru. Selama ini peserta didik mempunyai
dua gaya belajar. Yakni SAS dan SKS. SAS maksudnya adalah sistem ala semut.
Lalu apa hubungannya belajar dengan semut? Semut adalah hewan yang bisa diambi
ibrahnya. Walau berbentuk kecil namun ada yang bisa diambil hikmahya bagi
manusia. Diantaranya bila semut bertemu dengan temannya selalu bersalaman.
Secara tidak langsung bersilaturahmi dan tidak menutup kemungkinan
bersilaturahim. Ada hal baru yang disampaikan bila bertemu temannya. Ada gula
ditempat jauh akan tahu untuk di ambil berjamaah. Dan dikonsumsi bersama-sama.
Hubungannya
dengan belajar adalah belajar itu setahap-setahap. Pelan namun pasti membaca
dan belajar perlu waktu khusus setiap hari. Bisa satu jam, dua jam waktunya pun
fleksibel. Bisa habis sholat maghrib, bakda sholat isya. Bisa juga tengah malam
sehabis sholat tahajud. Pun bisa juga sehabis sholat subuh sebelum berangkat
sekolah. Tergantung kondisi masing-masing. Enaknya dimana waktu yang pas.
Gaya
yang kedua adalah SKS. Sistem kebut semalam. Tiap hari tidak mempunyai jadwal
belajar. Hanya main dan main saja. Atau sebenarnya ada niat namun hanya niat
saja. Tidak ada kemaun keras untuk meraihnya, untuk melaksanakannya dengan
sungguh-sungguh. Melihat besok ada ulangan atau ujian semua buku dibaca bahkan
dengan begadang sekalipun dilakukan. Akibatnya kepala agak pening ketika ujian
berlangsung. Bisa juga tidak terekam sama sekali dalam memori.
Dilihat
dari keduanya memang akan lebih baik cara pertama. Belajar 2 jam x 7 hari lebih
baik dari pada 14 jam x 1 hari. Cara pertama pelan namun pasti. cara kedua
dikebut belum tentu berhasil karena kemampuan merekam otak manusia terbatas.
merubah
cara berfikir ini tidak mudah. Sama dengan idiologi yang tidak mudah berubah.
Namun perlu disadari bahwa orang mempunyai ilmu kedudukannya lebih tinggi
daripada orang yang tidak berilmu. Bagaikan langit dan bumi. Untuk meraih hal
itu manusia sudah diberi anugerah akal dan emosi serta tubuh yang sehat. Dengan
bekal yang sudah disiapkan tinggal manusianya bagaimana?
merubah
pergaulan. Bergaul penting? Ya penting, sama juga dengan berjejaring,
bermasyarakat, bersilaturahim. Dengan bergaul akan menambah luas wawasan dan
pengetahuan. Kesemuanya untuk bekal kehidupan. Wallahu a’lam bi al shawab.
KOMENTAR
:
Kemampuan
belajar dan pemahaman sebenarnya bisa ditingkatkan asal ada keinginan untuk
merubah. Merubah cara belajar, berubah cara berfikir, merubah pergaulan dan
merubah cara beribadah
dan menangkap materi yang disampaikan oleh
teman atau guru. Mungkin dengan demikian cara belajar
kita bisa lebih efisien dan mudah.
Dawuhnya
kanjeng Nabi dirasakan banyak sekali manfaatnya dalam kehidupan. Memang Nabi
adalah teladan. Sehingga segala perkataan, perbuatan dan penetapan beliau bisa
dijadikan dasar dalam menjalani hidup.
Dari
sekian dawuh sebenarnya tidak ada yang remeh dan tidak penting. Semuanya patut
diperhatikan. Terkadang oleh karena sering kita mendengar, dipahami, dijalani,
disampaikan kiai kita sehingga kita tergugah untuk menjalaninya. Sedangkan
belum dipelajari, belum diyakini, bahkan belum mendengar sendiri terkadang
memang terlupakan. Bahkan tidak diperhatikan.
Perintah
sholat umpamanya. Karena begitu urgennya masalah ini maka sering seorang
penceramah menyampaikannya berkali-kali. Sehingga jamaah bisa memahaminya.
Ditopang juga ada teladan dari tokoh agama. Sedangkan kalau hanya disampaikan
tanpa contoh nyata maka akan bisa masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Hanya lewat begitu saja.
Sholat
secara pribadi kelihatan sudah dilaksanakan walau terkadang hanya sholat
munfarid, dilakukan sendiri dan di rumah sendiri. Keinginan, kepeduliaan untuk
melaksanakan sholat di masjid dan mushola ternyata perlu diterus digerakkan.
Hal ini ternyata tidak cukup hanya sebatas keinginan namun ternyata juga
kepedulian.
Keinginan
sebatas tahu bahwa sholat berjamaah itu lebih utama. Namun perlu ditambahi
dengan kepeduliaan. Kepeduliaan kita sebagai umat untuk memakmurkan masjid,
memberi teladan tetangga kiri kanan masjid, sebagai syiar islam dan sebagainya.
Dan kepeduliaan ini tidak hanya kewajiban seorang pemimpin semata sebenarnya.
Namun seluruh umat. Memang pemimpin lebih besar pengaruhnya. Karena akan
dilihat dan diikuti oleh bawahannya.
Untuk
menggerakkan orang mau sholat jamaah memang bukan hal yang sepele. Ternyata
juga perlu waktu. Sebagai contoh saja, pak imam suprayogo menggerakan civitas
akademik di uin malang untuk bisa sholat berjamaah membutuhkan waktu sampai 13
tahun. Suatu kurun waktu yang tidak singkat. Setiap waktu sholat dikumandangkan
adzan. Beliau memberi contoh bergegas ke masjid sambil mengajak semua dosen
karyawan pimpinan untuk pergi bersama-sama ke tempat sholat. Ini dilakukan
tidak sehari dua hari tapi telaten setiap hari.
Gambaran
mudah seharusnya lembaga pendidikan islam menunjukkan nilai ritual islam dengan
sendirinya. Ternyata tidak cukup hipotesa ini. Perlu ditelisik lebih dalam.
Dalam arti tidak serta merta. Butuh proses.
Dari
pengalaman di uin malang ternyata yang istikomah sholat berjamaah adalah
pegawai rendahan. Mereka sudah dengan sendirinya berangkat ke masjid ketika
mendengar adzan. Sudah menjadi habit, kebiasaan dan kebutuhan. Sedang orang
yang berpendidikan tinggi belum tentu menyadari tentang pentingnya sholat
berjamaah. Ada saja alasannya sholat adalah ibadah pribadi, tidak perlu
diperlihatkan di masjid. Sholat di ruangan sudah cukup, masih mengerjakan tugas
dan lain sebagainya. Jadi hal ini tidak berlaku pendidikan tinggi atau
rendah namun juga hidayah. Dan hidayah ini menurut sementara pihak tidak jatuh
dari langit namun dicari, dihayati dan dilaksankaan.
Melihat
pengalaman seperti di atas. Alangkah baiknya bila seluruh pendidikan islam
menunjukkan salah satu power islam itu sendiri. Yakni sholat berjamaah. Ketika
adzan semua yang ada berbondong-bondong menuju masjid, segala pekerjaan
ditinggal. Bersama-sama menuju keridhoan ilahi. Di masjid bisa bersilaturahmi
dengan semua pihak. Segala masalah bisa dipecahkan, minimal oleh karena sering
bertemu segala kebekuan akan bisa terurai. Bila ini terjadi suasana cair bahkan
bisa membuat terobosan program yang akan dikerjakan bersama untuk kemajuan
lembaga. Bukan malah lembaga pendidikan islam hanya sekedar tulisan lembaganya
saja sedangkan ruhnya ditinggalkan. Hal ini perlu kesadaran semua pihak.
Berkaitan
ini pula tentunya perlu sarana prasarana yang memadai, pengorganisasian,
pengawasan dan evaluasi bersama. Bukankah orang non muslim akan keder melihat
kita bila banyak dari kita melakukan sholat subuh berjamaah di masjid. Memang
hal ini sulit dan berat.
Akhirnya
perintah kanjeng nabi perlu disadari untuk dilaksanakan karena manfaatnya baik
untuk kehidupan kita. Baik sekarang maupun yang akan datang. Wallahu a'lam bi
al shawab.
KOMENTAR :
Mungkin
dari kita memperhatikan hal-hal yang sederhana kita mungkin sering menyepelekan
atau menghiraukan begitu saja, tapi kita tidak tahu bahwasannya di balik hal
yang sederhana itu, ada manfaat yang luar biasa yang tidak di ketahui oleh kita
semua. Jadi ku harap dari hal-hal yang sepele kita usahakan menghargai sebentar
atua kita bisa memahami mungkin di balik itu semua kita bisa menemukan hal-hal
yang yang sangat bermanfaat sekali buat kita.terimakasih.
Menulis
bagi sebagian orang adalah hal yang menjemukan, sulit dan tidak ada gunanya.
Hal semacam ini tidak hanya orang biasa bahkan orang yang bergelut dibidang
akademikpun bisa seperti ini. Contoh mudah saja di sekolah. Dari sekian puluh
guru bahkan di sekolah negeri, yang bisa menulis teratur bisa dihitung dengan
jari tangan. Ya, jarin tangan yang berjumlah 10.
Dari
sekian guru yang ada tak jarang bahkan telah menyelesaikan studi masternya.
Lha, mengenai hal ini lalu bagaimana padahal menulis seharusnya menjadi
tuntutan dari sikap profesioanal sebagai seorang pendidik?
Alasan
memang beragam. Mulai dari tidak ada waktu, tidak punya bakat, tidak ada
sarana, menulis tidak penting dalam karir karena yang menentukan adalah
pendekatan (katanya). Sehingga semakin jauh sosok guru untuk bisa menuangkan
ide-ide yang beragam tiap hari untuk ditulis. Memang kayaknya sederhana
misalnya pengalaman atau permasalahan dikelas sebenarnya bisa saja dijadikan
sumber tulisan. Namun lagi-lagi tidak ditulis. Apa mungkin karena malas, ah
mungkin tidak. Terlalu tinggi bahasanya bila guru dikatakan malas untuk
menulis. Mungkin yang lebih pas adalah belum terbiasa menulis. Tapi
jangan-jangan oleh karena dulunya ketika kuliah tidak terbiasa menulis. Mungkin
ini juga masalahnya. Kurikulum belum menyentuh aspek kebiasaan untuk menulis.
Memang menulis belum menjadi kewajiban sejak dulu. Hal ini saya alami sendiri
ketika sekolah hingga menempuh pendidikan hingga sekarang. Yang ada hanya
kesadaran dari diri pribadi saja.
Permasalahan
karena tidak terbiasa menulis menjadi diagnose awal. Oleh karena itu ada
kegiatan yang saya lakukan ketika mengajar di kelas. Siswa saya beri tugas untuk
menulis jurnal pelajaran. Ya, sekitar setengah halaman kertas. Apa yang
diajarkan selama dua jam di kelas di tulis yang diingat. Bias berasal dari peta
konsep yang saya tulis di depan lalu dijabarkan atau dari pertanyaan dan umpan
balik yang diberikan oleh siswa. Atau juga ungkapan rasa kesal, ngantuk, tidak
mood ketika kegiatan belajar mengajar.
Dari
sekian eksperimen dilakukan ada hal yang menggembirakan. Siswa yang rajin dan
tanggap atas tugas yang diberikan belajar menulis. Dan tulisannyapun lumayan
bagus. Bagus untuk seukuran siswa. Walau bahasanya campuran terkadang juga
dicampur antara bahasa Indonesia dan bahasa jawa plus bahasa gaul namun cukup
membesarkan hati yang mengajar. Saya sampaikan menulis semudah menulis sms.
Semudah menulis diary. Jadi enjoy saja. Jangan takut salah, jelek, menjemukan.
Takut dicemooh oleh teman, takut dianggap bloon karena tulisannya sederhana.
Saya anggap hal itu hanya belenggu semata. Dan bila ingin berubah, bila ingin
sukses mau gak mau harus menghilangkan belenggu tadi.
Bahkan
agak ekstrem saya memberi motivasi bila sulit untuk menulis balasan sms dari
teman agar ditulis saja agar isi tulisannya banyak. Atau juga tulisannya dibuat
besar-besar ukurannya. Bila hal ini dikerjakan maka akan cepat penuh tulisan
sehalaman.
Syukur,
Alhamdulillah. Dari sekian siswa ada yang bias menulis tiga halaman sekali
menulis. Isinya tidak hanya melulu pelajaran. Tapi juga pengalaman dan
aktivitas sehari-hari. Menurut saya hal ini tidak menjadi persoalan. Karena
target saya adalah membiasakan siswa untuk menulis setiap hari. Syukur-syukur
bias digunakan untuk karya. Ya,karyanya kelak. Bila ini terus menerus
dibiasakan hingga ia menjalani kuliah maka tak ayal lagi bias jadi ia menjadi
penulis professional. Ini adalah harapan.
Santri
menulis masih samar-samar terdengar. Namun ada juga . dan saya senang bila ada
santri yang gemar menulis dan mempunyai karya yang monumental. Sebenarnya para
kiai kita sudah memberi contoh dan keteladanan betapa menulis dan mempunyai
karya bias lebih abadi. Bahkan menjadi jariyah bagi penulisnya walau beliaunya
sudah wafat. Sebagaimana Imam Ghozali menulis Ihya’ ulumuddin, begitu juga Imam
Syafi’I karyanya yang termasuk qaul qadim dan qaul jaded. Yang masih dijadikan
rujukan hokum hingga sekarang. Belum lagi kiai dari daerah sekitar. Ada Syeh
Ihsan Jampes Kediri, lalu Syeh Mahfudz Termas Pacitan, Syeh Nawawi Banten lalu
Kiai Bisri Mustofa karya-karya beliau masih di baca hingga sekrang. Suatu karya
yang luar biasa.
Melihat
sudah diberi contoh seperti itu seyogyanya kita berusaha meniru beliau-beliau.
Walau mungkin hanya goresan satu halaman atau juga setengah halaman tiap hari.
Semoga semua itu ada manfaatnya kelak.
Meningkat
pada tingkatan mahasiswa kemampuan menulis sederhana juga masih saya rasakan
masih rendah. Untuk memancing mereka saya juga memberi tugas menulis jurnal
kuliah minimal satu halaman. Lalu diposting di blog masing-masing. Setelah satu
tahap ini dilakukan walau sederhana ada hasil. Mahasiswa dengan sendirinya
belajar menulis walau terkadang yang diposting adalah makalah presentasinya
sendiri. Namun saya lihat ini ada kemajuan. Mahasiswa belajar membuat blog,
belajar menulis atau mengetik dan lebih melek dengan dunia maya. Waktu
penilaian saya ambil dari seberapa banyak tulisan yang diposting di blog
masing-masing.
Ini
ikhtiar sederhana sebagai usaha untuk membiasakan siswa madrasah untuk belajar
menulis. Menjadikan menulis bagian dari hidup apapun nanti profesinya kelak.
Karena tulisan ada manfaatnya. Bias juga digunakan untuk menumpahkan isi hati
biar plong. Ternyata juga bias sebagai obat dari sakit. Seperti ini dilakukan
oleh Dahlan Iskan. Ketika operasi cangkok hati malah menulis kronologisnya ia
dioperasi. Malah dapat hasil. Bias share pengalamannya, bias dijadikan buku dan
lain sebagainya. Begitu juga pengalaman BJ Habibi. Karena masih trauma
ditinggal Bu Ainun maka terapi yang dianjurkan para koleganya adalah menulis.
Jadilah buku Habibi dan Ainun dan bahkan diangkat menjadi film layar lebar.
Wallahu a’lam bi al shawab.
KOMENTAR :
Mungkin
pada umumnya orang mengatakan belajar menulis dengan tertur itu sangat susah,
tapi saya tidak berpendapat demikian bahwa sebenarnya jika kita mau melakukan
hal apa saja jika kita sungguh-sungguh dalam belajar sesulit apapun itu pasti
kita bisa melampauinya , demikian kita dalam belajar menulis jika kiita telaten
kita sungguh-sungguh pasti lama kelamaan kita akan bisa, seperti kata pepatah, bisa karena
biasa.
Negara
kita indonesia terdiri dari beragam suku, etnis, agama, budaya, bahasa dan
sebagainya. Ditunjang lagi sebagai negara kepulauan. Bahkan menjadi negara
kepulauan terbesar di dunia. Ini sebagai aset sekaligus tantangan bila tidak
bisa mengelolanya dengan baik.
Dengan
pertimbangan di atas maka saling menghormati, menghargai dengan yang lain
menjadi kebutuhan. Seperti terjadi saat sekarang. Saudara kita yang beragama
kristen akan merayakan hari natal. Sebagai tetangga yang baik bila ada
tetangganya merayakan hari raya tentunya juga berusaha menghargai dan
menghormati pelaksanaannya.
Sebagaimana
dalam kehidupan sehari-hari. Tatangga yang berbeda keyakinan wajib dihormati
hak-haknya sebagai tetangga. Hak kehormatan, hak harta, hak keyakinan. Memang
itu adalah haknya. Apabila kita melanggar berarti melanggar larangan nabi. Nabi
sendiri memerintahkan untuk memenuhi hak-hak orang non muslim selagi ia juga
menunaikan hak dan kewajibannya.
Dalam
kehidupan bermasyarakat sering dinamakan dengan toleransi. Toleransi atau orang
lain bebas melaksanakan hak-haknya dengan batas-batas tertentu. Bukan lantas
tanpa batas. Ada hak agama orang lain yang juga perlu dihormati. Misalnya agama
a merayakan hari raya b. Lalu mengundang penganut agama dc agar datang dalam
perayaan hari raya b. Ini yang kurang benar. Berarti tidak menghormati orang
yang sudah beragama. Atau juga memanfaatkan ketidaktahuan warga agar
"terpeleset" secara akidah. Bagi orang awam dengan jargon tolereransi
terkadang anut grubyuk tanpa melihat sisi manfaat dan madhorot.
Kiranya
perlu dibedakan antara apa yang dilakukan oleh gus dur dan pak said aqiel siraj
ketika acara natalan dengan orang awam di pedesaan.
Gus
dur dan pak said memang sengaja diundang untuk memberi pidato universal agama sebelum
acara di mulai. Setelah selesai langsung pulang tanpa mengikuti ritual
agamanya. Sedang orang di desa terkadang memang sengaja diundang untuk
mengikuti kegiatan ritual ibadah suatu agama bersama-sama. Jadi mengikuti
ritual ibadah. Ini yang seharusnya dihindari. Lalu diberi makanan yang
enak-enak. Dan tanpa berpikir panjang lantas dimakan.
Bila
ada makanan untuk ritual agama lain berarti kita sebagai muslim tidak boleh
memakannya. Hal ini sudah dijelaskan dalam ajaran agama kita. Lha, lalu
bagaimana pemanfaatannya bila diberi makanan? Diberikan kepada yang bisa
memanfaatkannya. Ini juga perlu dipahami oleh pemeluk agama lain memang
beginilah ajaran agama kita. Jangan tersinggung.
Ini
hal berbeda jika tidak ada kegiatan ritual lalu memberi makanan yang menurut
kita halal ya tidak apa bila dimakan saja.
Mengenai
hal ini saya teringat ada kisah nabi tentang hal ini. Dan kanjeng nabi juga
memakannya. Lalu dari cerita pak imam suprayogo. Beliau sering diundang oleh
perguruan tinggi non muslim. Mulai dari bali, kupang, palangkaraya, papua, palu
dan sebagainya. Ketika waktunya makan, oleh tuan rumah diajak ke rumah makan
minang. Tidak disediakan khusus untuk itu. Ini dikandung maksud bahwa tuan
rumah memang memahami bahwa pak imam memang seorang muslim. Daripada ada rasa
rikuh dan sebagainya atas kehalalan makanan maka diajak saja ke rumah makan
yang bagi keduanya tidak ada sakwasangka. Maka dipilihlah rumah makan minang.
Sudah
jamak diketahui bahwa rumah makan minang pemiliknya muslim. Orang non muslimpun
juga suka makan di rumah makan minang. Maka kloplah solusinya. Bisa menghormati
tamu dan melanjutkan relasi dengan baik.
Bila
hal ini disadari dan dilaksanakan dalam kehidupan maka terajut keharmonisan
dalam bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
Bukankah
persatuan harganya lebih mahal? Maka sangat perlu bagi seluruh elemen anak
bangsa untuk merajut tali persatuan tanpa ada yang dirugikan. Wallahu a'lam bi
al shawab.
KOMENTAR :
memang kalau kita siasati atau kat orang
berpendapat bahwa menjaga suatu persatuan bangsa itut sangat berat, tapi jika
kita semua rakyat mengakui bahwa ini adalah negara kita bersama apapun yang
akan terjadi dari gangguan asing kita harus menjaga bersama, kita harus hadapi
bersama walaupun seberat apaun jika kita mau bersama-sama melakukannya maka
akan tampak begitu mudah, bersatu kita teguh bercerai kita
runtuh.